JAKARTA- Ancaman sakit gangguan jiwa terhadap para pengungsi Gunung Merapi tak boleh dipandang sebelah mata. Bila diabaikan dapat dipastikan korban akan mulai berjatuhan.
“Pemerintah punya kewajiban memperhatikan kesehatan psikologis para pengungsi,” tegas psikolog Tsani B Hermawan saat berbincang dengan okezone di Jakarta, Minggu (31/10/2010).
Tsani tidak memungkiri kebutuhan dasar pengungsi harus lebih diutamakan ketimbang pemulihan trauma bagi para pengungsi. Namun hal itu tidak berarti penanganan trauma bagi pengungsi boleh diabaikan.
Sebab akibatnya bisa fatal. Yaitu memicu trauma berkelanjutan serta depresi. “Baik pada pengungsi anak maupun orang dewasa,” ungkapnya.
Penanganan pada pengungsi anak, sambung Tsani, lebih mudah dilakukan. Pasalnya daya adaptif mereka lebih baik ketimbang orang dewasa. Dengan diajak bernyanyi, bermain, dan menonton film, trauma yang mereka alami bisa hilang dengan sendirinya.
Situasi berbeda terjadi pada pengungsi dewasa. Bagi mereka diperlukan penanganan lebih serius. Seperti pembuatan group support serta konseling. Pemberian fasilitas hiburan juga bisa membantu para pengungsi sejenak melupakan musibah yang menimpanya.
“Orang-orang yang tertimpa bencana besar biasanya mudah panik. Perubahan-perubahan prilaku ini yang harus kita amati, karena tidak semua orang mengalami hal serupa,” tukasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar